Workshop Tingkatkan Kualitas Pendidikan Era Digital, oleh Rendi Handoko, S.Pd.I, M.Pd (Profesional Trainer dan Public Speaker)
"Seni Menjaga Kewarasan": Rendi Handoko Ajak Guru Madiun Hadapi Realita Pendidikan Tanpa "Baper"
MADIUN – Setelah digempur dengan materi teknis digitalisasi pada sesi sebelumnya, suasana Workshop Strategi Pembelajaran di aula SMKN 1 Jiwan, Madiun pada hari kedua, Kamis (27/11/2025), berubah menjadi cair, penuh tawa, namun sarat perenungan.
Hadir sebagai pemateri pamungkas, Rendi Handoko, S.Pd.I, M.Pd., seorang pendidik dari SMAN 1 Widodaren Ngawi sekaligus Trainer tersertifikasi BNSP-RI, membawakan materi ESQ (Emotional Spiritual Quotient) yang menohok realita kehidupan guru masa kini.
Mitos, Fakta, dan Filosofi Gelas
Rendi mengawali sesi dengan ice breaking interaktif yang memancing gelak tawa peserta. Melalui segmen "Mitos atau Fakta", ia melemparkan isu-isu stereotip gender—mulai dari "Laki-laki lebih setia", "Perempuan lebih pintar", hingga sindiran "Perempuan ahli ghibah" dan "Laki-laki tidak peka".
Namun, di balik tawa tersebut, Rendi menyisipkan pesan mendalam tentang konsep penerimaan diri. Ia menggunakan analogi "Gelas Bocor" untuk menggambarkan orang yang dinasihati namun masuk telinga kanan keluar telinga kiri, serta "Gelas Penuh" bagi mereka yang merasa sudah tahu segalanya sehingga sulit menerima ilmu baru.
"Bahagia itu sederhana, namun seringkali ekspektasi tidak sejalan dengan realita. Indikator orang yang nyaman bekerja itu simpel: di awal pekan dia selalu bahagia, bukan mengeluh," ujar pemilik akun media sosial @RendyHandoko ini.
Selamat Datang di "Negeri Penuh Stempel"
Suasana menjadi hening ketika Rendi membahas fenomena labeling di lingkungan kerja pendidikan. Ia menyebutnya sebagai "Negeri Penuh Stempel".
"Guru tegas sering dikira fixed mindset. Guru yang berusaha menyenangkan siswa dicap 'badut-badut pendidikan'. Bahkan, guru yang rajin ikut pelatihan dan berbagi praktik baik malah disindir sebagai 'sales pelatihan'," paparnya.
Untuk menghadapi tekanan sosial tersebut, Rendi menekankan pentingnya "Seni Menjaga Kewarasan". Kuncinya ada tiga: sadar diri, sadar posisi, dan sadar kowe ki dudu sopo-sopo (sadar kamu bukan siapa-siapa). Hal ini penting agar guru memiliki mental baja, siap setiap saat, dan tidak mudah terbawa perasaan (baper).
Tantangan Mendidik Generasi "Brain Rot"
Dalam sesi ini, Rendi juga membacakan "Nasib Pegawai Sejati", sebuah puisi satir yang menggambarkan ironi beban kerja guru—mulai dari kerja berat, benar tidak dipuji, hingga sakit yang dicurigai.
Materi ditutup dengan refleksi serius mengenai kondisi siswa saat ini. Rendi memaparkan tantangan eksternal seperti ketidakjelasan arah pendidikan, orang tua yang gagal memberi contoh, hingga kondisi anak-anak yang mengalami broken home, fatherless, dan fenomena brain rot akibat gempuran media sosial.
"Mereka (siswa) mungkin tidak sekuat generasi kita dulu, tapi ingat, mereka juga tidak selemah apa yang kita kira. Tugas kita bukan hanya mengajar, tapi membersamai mental mereka," pungkas Rendi menutup sesi yang disambut tepuk tangan meriah.
Lampiran Tambahan (Untuk Konten Media Sosial/Grup WA)
Karena materinya sangat relate dengan kehidupan guru, berikut saya buatkan kutipan "Nasib Pegawai Sejati" agar mudah dibagikan:
📜 RENUNGAN HARI INI: NASIB PEGAWAI SEJATI (Oleh: Rendi Handoko, S.Pd.I, M.Pd - Workshop SMKN 1 Jiwan- 2025)
✅ Kerja berat sudah pasti.
✅ Salah dikit dicaci maki.
✅ Benar tidak dipuji.
✅ Ijin dicurigai.
✅ Mengingatkan malah dibully.
✅ Eksis terus, kerjaan ditambahi.
✅ Ngeluh lelah dikira mau resign.
✅ Keluar... dianggap sudah mati.
Solusinya? Gunakan "Seni Menjaga Kewarasan": Sadar diri, Sadar posisi, Sadar kowe ki dudu sopo-sopo. Tetap semangat bapak/ibu guru! 💪
(redaksi by Admin)











